“Pulau Seribu Masjid” Sedang Dirundung Duka
Diary perjalanan
“Pulau Seribu Masjid” Dirundung Duka
“Pulau Seribu Masjid” Dirundung Duka
Duka yang mendalam yang kini tengah dirasakan oleh Saudara kita di “Pulau
Seribu Masjid” julukan ini disematkan untuk Pulau Lombok dan Sumbawa, Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB) pasalnya beberapa waktu lalu Pulau yang berada pada Wilayah
Indonesia Bagian Tengah ini yang terkenal dengan destinasi wisata alam, kuliner dan
budayanya yang unik nan eksotis, baru-baru ini diguncang gempa bumi yang maha dahsyat memporak-porandakan
pulau ini. Seperti tidak mengenal kata lelah dan iba, serentetan gempa tektonik
mengguncang Lombok dan Sumbawa yang terjadi secara terus menerus dan sporadis serta
ratusan gempa susulan lainnya akibatnya banyak menelan korban jiwa meninggal
dunia, ribuan luka berat, ratusan masyarakat mengungsi serta ribuan bangunan
roboh baik fasilitas umum maupun
pemukiman warga mengalami kerusakan cukup parah.
Tercatat pertama kali mengguncang Lombok terjadi tanggal 29
Juli 2018 lalu, dengan kekuatan magnitudo 6,4 Skala Richter (SR), kemudian
disusul lagi yang merupakan puncaknya terjadi tanggal 5 Agustus dengan
magnitudo 7.0 SR, tidak berhenti sampai disitu tanggal 9 Agustus terjadi lagi
dengan magnitudo 6,2 SR berpusat di kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara dan
ditambah lagi gempa susulan dibawah 5.5 SR tak terhitung sudah karena masih sering
dirasakan masyarakat disini.
Menurut Hadi (35) salah seorang warga Kota Mataram, asli
Lombok, pemilik kendaraan yang kami sewa selama berada disana ketika gempa 7.0
SR yang disampaikan Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan
Geologi menyebutkan gempa terjadi pukul 18.46 dengan kedalamman 15 Kilometer
bejarak 27 Kilometer Timur Laut Lombok Utara yang berpusat di Kabupaten Lombok
Utara, Ia sedang menunaikan ibadah shalat Maghrib. Dia sendiri bersama jemaah
masjid sempat lari keluar rumah. Meskipun di Kota Mataram tidak separah di
Kabupaten Lombok Utara namun goncangan gempa cukup terasa kuat walau tidak
sampai merobohkan bangunan namun banyak genteng dan kaca rumah pecah,
hotel-hotel dan fasilitas umum, banyak bagian yang retak-retak, genteng rumah pecah karena lepas dari dudukan, kaca-kaca rumah pecah dan retak. “Alhamdulillah
saya dan keluarga selamat semua, namun saudara saya di Lombok Utara belum
diketahui nasibnya apakah masih hidup atau mati? Karena tidak bisa dihubungi
hingga kini,” ujarnya sedih. Itu sebagian kecil gambaran kondisi yang dialami warga disana.
Bahkan Masjid Islamic Center yang menjadi kebanggaan masyarakat Nusa Tenggara Barat dan sekaligus ikon Kota Mataram serta letaknya berada tepat di jantung kota yang merupakan Ibukota Provinsi NTB juga tidak luput dari hantaman gempa yang maha dahsyat. Meskipun tidak sampai roboh namun banyak bagian yang retak, menara yang menjulang tinggi kokoh dengan 4 sudutnya terlihat retak hampir patah dan dikuatirkan dapat membahayakan keselamatan pengunjung oleh karenanya untuk sementara waktu gedung ditutup bagi umum lantaran akan diperbaiki sehingga tidak layak digunakan untuk melakukan aktivitas ibadah dikuatirkan akan roboh. Beberapa gempa yang lebih kecil masih kerap kali terjadi “Kalau gempa susulan sudah tak terhitung lagi banyaknya bang, karena hampir setiap hari kami rasakan,” ujar Hadi yang masih trauma tidak berani menempati rumahnya dan memilih tidur di tenda-tenda pengungsian. Selama 3 hari kami disana juga turut merasakan gempa susulan namun karena kami tinggal di Ibukota Provinsi NTB sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang berarti lantaran pusat gempa berada di Kabupaten Lombok Timur yang relatif jauh dari Kota Mataram sekitar 2 jam perjalanan menuju Kabupaten Lombok Timur.
Diceritakan oleh Hadi, ketika gempa 7.0 SR terjadi suasana
cukup mencekam, warga banyak yang panik pasalnya aliran listrik mati total sementara
ada peringatan melalui corong masjid bahwa gempa berpotensi tsunami sehingga Dia bersama warga berhamburan keluar mencari tempat yang lebih tinggi untuk menyelamatkan
diri masing-masing meskipun beberapa jam kemudian peringatan sunami ditarik
kembali oleh BMKG namun masyarakat masih kuatir, belum lagi simpang siur
informasi membuat suasana menjadai chaos (kalang kabut). Jalanan macet karena semua orang ingin
keluar membawa kendaraan baik motor maupun mobil karena berebut ingin segera
pergi mencari perlindungan yang lebih amanmenghindari sekitar pantai untuk
mencari tempat yang lebih tinggi.
Berdasarkan pantauan tenda-tenda pengungsian warga menjamur di Wilayah Lombok baik tenda gulung, keluarga dan tenda serbaguna khususnya di salah satu wilayah yang paling parah terdampak adalah Lombok Utara kemudian menyusul Kabupaten Lombok Timur. Diperkirakan hampir 90 persen kondisi gedung-gedung, pemukiman warganya rusak mulai dari rusak berat, sedang hingga ringan. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengembalikan ke keadaan dan kondisi semula. Infrastruktur yang dibangun dan dibangga-banggakan selama ini rapuh tak berdaya menahan dahsyatnya amarah alam, hanya sekejap fasilitas umum rusak total sehingga butuh waktu relatif panjang untuk mengembalikan menuju kondisi normal.
Namun beruntungnya seluruh akses jalan dari dan menuju
ibukota provinsi maupun antar kabuten masih terbuka tidak terisolir sehingga
bantuan logistik dapat mencapai ke pelosok-pelosok yang sulit dijangkau
sekalipun yang terkena dampak. Inilah mungkin salah satu pertimbangan
pemerintah pusat untuk tidak menetapkan status bencana nasional namun tetap menetapkan
sebagai bencana daerah. Walau kondisi sosial, ekonomi sempat terpengaruh namun
pemerintah masih dapat berjalan sebagaimana mestinya. Mesikpun para ASN
sebagaian besar dan sanak saudara mereka banyak mengalami korban namun tidak
menyurutkan dan menghalangi mereka untuk melakukan pelayanan terhadap masyarakat.
Seluruh potensi nasional dikerahkan all-out baik pusat dan daearah serta elemen
masyarakat baik lokal maupun nasional bersinergi dalam menanggulangi dan
memitigasi bencana hingga layananan psikososial berupa trauma healing bagi
anak-anak korban gempa. Walau status bencana bukan bencana nasional namun
penanganannya berskala nasional. Terbukti pemerintah pusat (didukung TNI dan Polri), provinsi dan kabupaten dan NGO nasional dan lokal turut serta dalam memitigasi bencana tercatat ada 20 Non Governmental Organisation (NGO) Klaster Nasional Pengungsi dan Perlindungan yang ter-registrasi di Dinas Sosial Provinsi NTB yang memberikan bantuan baik material dan immaterial berupa pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan pengungsi.
Sungguh keprihatinan mendalam yang dapat kami rasakan saat
saya bersama rombongan pertama kalinya melihat pemandangan yang memilukan
ketika menapaki kaki kali pertamanya mengunjungi Kabupaten Lombok Utara,
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dimana Kabupaten Lombok Utara merupakan salah
satu kabupaten terparah terdampak akibat gempa kemudian menyusul Kabupaten
Lombok Timur terparah ke-2 setelahnya. Betapa tidak melihat fasilitas
dasar/umum mulai dari gedung-gedung sekolah, rumah sakit, masjid-masjid tempat
ibadah agama lainnya, banyak yang rusak bahkan ada yang rata dengan tanah. Roda
perekonomian khsususnya sektor pariwisata dan pertanian di Kabupaten Lombok
Utara yang menjadi sektor andalan dan ungggulan daerah ini walau tidak sampai
collaps namun sangat terpengaruh terhadap kunjungan wisata, begitu juga bidang
sosial dan budaya pun tak berjalan sebagaimana mestinya. Destinasi wisata
relatif sepi dari pengunjung dibandingkan kondisi normal biasa yang dipadati
oleh pengunjung dari berbagai penjuru Indonesia maupun dunia. Berkaca pada
Pulau Bali, ketika itu diberlakukan status bencana nasional sehingga alhasil
banyak negara yang melakukan travel warning bagi warganya untuk berpergian ke Indonesia khsusnya Pulau
Bali sehingga otomatis sangat berdampak pada kunjungan wisatawan ke pulau
tersebut dan pada akhirnya berpengaruh terhadap pemasukan devisa negara dari sektor pariwisata tersebut.
Para pengungsi menempati posko-posko pengungsian berupa
hunian sementara berupa tenda gulung, tenda keluarga dan tenda serba guna yang
disediakan Pemerintah dan elemen masyarakat misalnya Aktivasi Kluster Nasional
Pengungsian dan Perlindungan yang merupakan NGO lokal dan nasional.
Alhamdulillah seluruh elemen pemerintah dan masyarakat berjibaku, berkolaborasi secara sinergi
membangun Lombok mulai dari penyediaan hunian sementara (shelter), pelayanan
kesehatan, bantuan sosial hingga penanganan psikososial dalam bentuk trauma healing dan lainnya bagi
anak-anak korban gempa maupun orang tua.
Mereka para pengungsi tampak mengalami kesedihan dan kepiluan yang
mendalam dan mereka merasakan trauma dan kecemasan lantaran banyak anggota
keluarga mereka menjadi korban baik luka maupun meninggal dunia. Puing-puing
reruntuhan terlihat masih ada yang berserakan namun sudah mulai dilakukan
proses pembersihan dan perataan dengan alat-alat berat bekerja walapun sebagain
besar masih ada yang belum karena menunggu giliran.
Alam Mulai Tak Bersahabat
Seperti beberapa bait penggalan lirik lagu milik Ebiet G.
Ade yang berjudul “Berita Kepada Kawan” yang mungkin masih relevan, “Mungkin Tuhan
mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita coba kita bertanya pada rumput
yang bergoyang .“ Terlepas merupakan fenomena alam yang secara struktur geologi Lombok terletak pada jalur patahan
gempa (sesar naik flores) pastilah ada pelajaran bisa dipetik untuk bahan
intropeksi melihat tiitik balik yang telah kita usahakan selama ini. Mungkin
saja beberapa bait lirik lagu tersebut mencerminkan gambaran keadaan yang ada
atau bahkan mungkin tidak ada korelasinya sama sekali.
Tergantung bagaimana persepsi kita masing-masing untuk menafsirkannya, namun baiknya kita kembalikan saja ke Sang Maha Pencipta Allah SWT karena bencana bisa menjadi musibah, azab atau bahkan menjadi ujian. Sementara kalau azab tentunya untuk mengingatkan manusia agar kembali kejalan-Nya dalam rangka intropeksi diri. Sedangkan kalau ujian merupakan cobaan untuk meningkatkan keimanan. Jadi manusia seyogyanya jangan menduga-duga atau menghakimi keadaan.
Tergantung bagaimana persepsi kita masing-masing untuk menafsirkannya, namun baiknya kita kembalikan saja ke Sang Maha Pencipta Allah SWT karena bencana bisa menjadi musibah, azab atau bahkan menjadi ujian. Sementara kalau azab tentunya untuk mengingatkan manusia agar kembali kejalan-Nya dalam rangka intropeksi diri. Sedangkan kalau ujian merupakan cobaan untuk meningkatkan keimanan. Jadi manusia seyogyanya jangan menduga-duga atau menghakimi keadaan.
Sejenak kita keluar sebentar dari kontek sambil memperhatikan sebuah pepatah Inggris, mungkin bisa sebagai intermezo saja mengatakan “Don’t Judge a Book by it’s
cover” artinya “Janganlah menilai seseorang atau sesuatu hanya dengan melihat
penampilan luar semata-mata.“ Namun demikian terkadang cover juga masih tetap penting dan dibutuhkan karena tampilan luar me-repleksikan daripada yang ada dalamnya dan dalam kasus tertentu menjadi sebaliknya karena hanya sebagai kedok untuk melakukan modus operandi tertentu.
Comments
Post a Comment
Silahkan memberikan komentar Anda disini namun seyogyanya masih dalam batas-batas etika dan norma-norma serta kaidah hukum yang berlaku. Dan sepatutnya juga tidak menyinggung pihak-pihak lain atau komentar yang berbau sara (suku, agama dan ras) dan penghinaan terhadap karakter serta nama baik seseorang. Thanks for visiting our blogs. Please comeback anytime you want. We always welcome you with arms wide open. Penulisrega